Jurnalmasyarakat.com, Buton- Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) Lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton terancam tidak dibayarkan tahun 2024 ini.
Hal ini menyebabkan sejumlah ASN kecewa. Padahal mereka sudah berharap TPP bisa dibayarkan di Perubahan APBD 2024 ini. Atas dasar itu, salah seorang ASN Buton, La Rianta, S.Pd melayangkan surat resmi kepada Penjabat Bupati Buton, La Haruna.
Melalui surat tersebut, Sekretaris Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Buton ini menyampaikan keberatan dan permohonan klarifikasi terkait tidak dicairkannya TPP, meskipun telah dianggarkan dan disepakati dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2024.
Ditemui di Kantor Dinas Koperasi dan UKM, La Rianta mengungkapkan, keberatan ini berangkat dari fakta bahwa anggaran untuk TPP sudah disetujui dengan nominal yang jelas, tetapi sampai saat ini tidak ada pencairan atau penjelasan terkait hal tersebut.
Kemudian, merujuk kepada Pasal 15 ayat (1) Peraturan Bupati Buton Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Buton, yang dengan jelas menyatakan bahwa “TPP dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.”
Namun, hingga saat ini, pembayaran TPP untuk pegawai tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dasar hukum dari penundaan atau pembatalan pencairan TPP, terutama mengingat bahwa anggaran untuk TPP telah dialokasikan dalam DPA.
“TPP ini sudah keluar Perbupnya bulan Juni. Ada informasi paling lambat bulan September dibayarkan. Setelah bulan September berakhir kami dengar lagi bahwa TPP ini hanya akan dibayarkan 6 bulan. Kemudian saat rapat kerja dengan DPRD ada penyampaian bahwa TPP hanya akan dibayarkan 2 bulan. Setelah itu pada Kamis lalu bahwa sesuai laporan dari keuangan di nolkan TPP karena tidak ada anggaran ,” jelasnya.
Ironisnya lagi kata La Rianta, dalam rapat kerja dengan DPRD ada pernyataan dari Plt Badan Keuangan bahwa TPP ini hanyalah sebuah kebijakan, bisa dianggarkan dan tidak bisa dianggarkan.
“Saya mendengar bahasa itu tidak puas, karena TPP ini sudah ada Perbupnya, sudah dianggarkan dan sudah tertuang dalam DPA dan rinciannya masing-masing dinas sudah ada. Yang menjadi pertanyaan saya kenapa tiba-tiba keluar bahasa bahwa uang habis. Artinya kalau memang uang itu habis kenapa di Perbupkan, kenapa dituangkan dalam DPA,” pungkasnya.
Sehubungan dengan hal tersebut juga, La Rianta mengancam apabila dalam waktu 14 hari tidak ada tanggapan yang jelas, logis, dan berdasar hukum, maka dia akan mengambil langkah hukum.
Diantaranya yaitu mengajukan laporan dugaan maladministrasi kepada Ombudsman Republik Indonesia. Mengajukan gugatan atas tindakan Pemerintah Kabupaten Buton ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dan melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi ke Kejaksaan Negeri untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. (Rin)