Jurnalmasyarakat.com, Buton- Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buton, Ridwan Saifun mengklarifikasi terkait pelayanan buruk hingga menyebabkan pasien yakni seorang balita 7 bulan bernama Nurhasifa meninggal saat perjalanan rujuk menuju Rumah Sakit di Makassar.
Menurutnya, RSUD Buton sudah memberikan perawatan maksimal kepada pasien sebelum diputuskan untuk dirujuk ke Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan.
“Dari segi apanya yang mengalami kurang pelayanan itu di, saya sudah komunikasi dengan petugas ruangan, kepala ruangan saya panggil, dokter juga saya tanya, artinya pelayanan di ruangan semua baik-baik saja, rutin dilakukan pelayanan, ada catatannya semua,” katanya.
“Jadi makanya saya kaget juga dengan adanya isu tersebut dengan tanda kutip dimana pelayanan yang dimaksudkan oleh keluarga pasien tersebut, dokter jaga, dokter spesialis mereka semua bertugas, ada semua catatan observasi nya,” sambungnya.
Ridwan Saifun menceritakan, Nurhasifa pertama kali masuk lewat IGD pada tanggal 17 Oktober dengan keluhan sesak nafas. Setelah dirawat di ruang anak, pada tanggal 22 Oktober Nurhasifa dipulangkan dengan kondisi sudah stabil.
“Ternyata setelah di rumah pasien tersebut kambuh lagi sesaknya, kan pasien ini masuk dengan infeksi paru, penyakit jantung bawaan karena ada kebocoran di jantung nya, setelah itu di rawat lagi,” kata Ridwan Saifun, Senin (04/11/2024).
Kata dia, sebelum di rujuk ke Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tanggal 31 Oktober kondisi Nurhasifa sudah stabil dan tidak lagi dipasangkan oksigen.
“Sebelum dirujuk kondisinya sudah stabil, sudah mulai makan, sudah tidak dipasangkan oksigen lagi, sudah tidak demam lagi. Pasien sudah makan bagus, sehingga dokter dirujuk lah pasien ini ke RSUP dr. Wahidin dengan status rawat jalan,” tuturnya.
Mengenai tagihan pembayaran di BLUD RSUD Buton sebesar Rp 6 juta dan sewa mobil ambulance, Ridwan Saifun menjelaskan bahwa Nurhasifa awalnya masuk dengan penerimaan pasien umum.
“Belum diaktifkan BPJS nya, sehingga Nurhasifa masuk dengan penerimaan status pasien umum. Begitupun juga dengan sewa ambulance. Kalau pasien pulang tidak dijamin oleh BPJS,” ujarnya.
Pasien belum diaktifkan BPJS-nya, lantaran Pemerintah daerah kabupaten Buton belum mampu membayar tagihan dari BPJS karena persoalan keuangan daerah.
“Jadi daerah itu belum mampu membayar tagihan dari BPJS. Jadi BPJS mau tidak mau harus menonaktifkan keanggotaan BPJS, termaksud salah satunya pasien tersebut dan pasien-pasien lainya,” tambahnya.
Sementara itu, terkait dengan ketidakikutsertaan salah seorang perawat untuk menemani keluarga pasien untuk dirujuk ke RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Ridwan Saifun mengatakan bahwa saat dirujuk ke Makassar, status pasien sudah beralih ke rawat jalan.
“Awalnya pasien tersebut dirujuk ke UGD RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, namun ketika beralih ke rawat jalan berarti kan kondisinya tidak perlu lagi untuk didampingi,” katanya.
Ridwan Saifun juga kembali membantah adanya keluhan keluarga pasien hanya dilepas di parkiran. Dia mengatakan bahwa bahwa dugaan tersebut tidak benar adanya.
“Terkait dengan itu, saya sudah panggil supirnya, termaksud kepala ruangan, mereka juga sudah menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa didalam kapal itu ada klinik dan juga mobil ambulance itu sampai di dalam pelabuhan,” ungkapnya.
“Jadi kalau rujukannya ini rawat inap, terpasang infus maupun oksigen maka baru ada prosedur sebelum naik di kapal, termaksud karantinanya, jadi ada surat rekomendasi yang dikeluarkan dari kesehatan pelabuhan. Tapi status pasien ini rawat jalan, pasien ini mulai membaik,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Nurhasifa, seorang balita umur 7 bulan asal Desa Balimu, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton meninggal dunia karena mengalami penyakit paru-paru dan bocor jantung.
Nurhasifa meninggal dunia dalam perjalanan menuju RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar karena diduga mengalami sesak nafas dalam kapal.
Salah seorang keluarga pasien Si Yusti (35) menuturkan pelayanan petugas di RSUD Buton tidak sesuai harapan, sangat lamban dalam melayani pasien.
Selain itu, setelah dirawat selama 15 hari di RSUD Buton pasien harus membayar Rp 6 juta baru kemudian dirujuk di RSUP dr Wahidin Makassar.
Kemudian keluarga pasien juga harus membayar ambulance Rp 350 ribu menuju pelabuhan Kota Baubau.
Saat perjalanan rujuk, pasien tidak ditemani oleh perawat. Perawat yang ditugaskan RSUD tidak ikut. Padahal perawat sudah menyatakan bersedia. Keluarga pasien pun telah membelikan tiket kapal.
Untuk menyelamatkan anak tujuh bulan itu, mereka pun nekat berangkat sendiri. Pihak rumah sakit tidak memberikan petunjuk seperti apa langkah yang harus dilakukan dalam perjalanan saat dirujuk.
Selain itu, keluarga korban menyesalkan pihak rumah sakit yang telah mengetahui korban memiliki masalah paru-paru dan jantung, saat diantar dari RSUD menuju pelabuhan, alat bantu pernapasan pasien malah dibuka.
Ironisnya lagi saat tiba di pelabuhan meraka diturunkan diparkiran. Sehingga pihak kapal tidak mengetahui bahwa adanya pasian yang menjadi penumpang kapal.
Akibatnya pasien menjadi penumpang umum yang bercampur dengan penumpang lainnya. Karena keluarga pasien yang baru pertama pergi ke Makassar tidak memiliki pengetahuan bahwa ada klinik di dalam kapal.
Keluarga baru mengetahui dari penumpang kapal setelah pasien mulai kejang. Naas, perjuangan terhadap buah hati harus berakhir diatas kapal sebelum tiba di RSUP Wahidin, pasien lebih dahulu meninggal dunia. (adm)