Jurnalmasyarakat.com, Buton- Kisruh APBD Buton 2024 yang berujung pada pengalihan anggaran seperti ADD, TPP maupun gaji pegawai menuai sorotan. Banyak pihak mempertanyakan, dalang dibalik yang mengotak-atik anggaran tersebut.
Penjabat Bupati Buton, La Haruna sempat menyampaikan kepada media akan membuka persoalan itu. Namun, hingga selesai rapat dengan OPD, yang bersangkutan masih enggan mengungkap pelaku pengalihan APBD.
Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Asnawi Jamaludin yang juga selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Buton ini, yang seharusnya mengetahui keadaan Pemkab Buton yang sesungguhnya sampai saat ini masih bungkam terkait hal ini.
Diketahui, Pemkab Buton di Perubahan APBD 2024 memangkas sejumlah anggaran guna menutupi sejumlah kebutuhan mendesak yang sifatnya mandatori ditengah krisis keuangan daerah.
Beberapa kegiatan yang sifatnya mendesak itu yaitu pembayaran tambahan alokasi dana desa (ADD) sebesar 12 miliar lebih, pembayaran pokok utang sekitar 7,8 miliar, dan pembayaran kekurangan gaji pegawai 2 bulan sebesar 27 miliar.
Untuk mengatasi kebutuhan itu, Pemkab mengorbankan anggaran TPP sebesar Rp 24 miliar yang sudah ada dalam postur APBD. Kemudian, merecofusing belanja barang dan jasa yang sekitar kurang lebih 700 juta, dan belanja modal sebesar 8 miliar lebih.
Pengalihan anggaran yang dilakukan Pemkab Buton saat Perubahan APBD Buton 2024 ini dipertanyakan banyak pihak. Kenapa pergeseran anggaran dilakukan saat perubahan APBD, tidak dilakukan saat APBD induk.
Peristiwa yang terjadi ini juga memunculkan penilaian miring terhadap kemampuan TAPD, dalam pengelolaan anggaran yang diduga amburadul. Atas dasar ini juga, Ketua TAPD diminta harus menjelaskan masalah ini ke publik, agar tidak menimbulkan spekulasi.
“Ini masalah pemerintahan yang cukup krusial, harus ada perhatian serius dan menjadi pembelajaran oleh pemda, supaya hal semacam ini tidak terulang ke depan,” kata sala satu narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Menurutnya, polemik APBD ini merupakan kekeliruan Pemerintah Kabupaten Buton, dan harus bertanggungjawab juga adalah TAPD dalam hal ini Sekretaris Daerah, Asnawi Jamaludin sebagai ketua.
“Ini merupakan kekeliruan karena kurangnya koordinasi pihak eksekutif dengan legislatif, kurangnya analisis kebijakan fiskal yang harus dilakukan oleh tim anggaran secara normatif, dan ada suatu kepentingan yang diduga ingin menggerogoti APBD Buton,” jelasnya.
Seperti persoalan TPP pegawai yang tidak dibayarkan lantaran dialihkan untuk menutupi kebutuhan mendesak, seharusnya dari awal tim anggaran tersebut sudah punya perhitungan jelas terkait kemampuan keuangan daerah.
Demikian pula jika anggaran TPP maupun gaji pegawai itu diduga dialihkan untuk membiayai proyek fisik, hal ini juga bisa dipending untuk membayar apa yang menjadi hak ASN terlebih dahulu yakni TPP.
“Jadi siapa yang harus bertanggung jawab disini adalah tim anggaran, karena tim ini punya kemampuan menganalisa anggaran,” ujarnya.
Kemudian, Peraturan Bupati terkait pembayaran TPP ditetapkan Juni lalu, seharusnya tim anggaran sudah menghitung anggaran pada saat Perbup itu ditetapkan, karena mereka memiliki data akurat, berapa ketersediaan anggaran untuk TPP?.
“Perbup sudah terbit, berarti sudah ada kajian, mulai kajian hukum dasar ditetapkan itu anggaran TPP sampai kajian anggarannya,” ujarnya.
Untuk itu, ia juga meminta DPRD Buton agar segera mengagendakan rapat dengar pendapat bersama TAPD, untuk meminta penjelasan terkait persoalan TPP.
“Saya harap TAPD harus menjelaskan persoalan ini, karena penilaian publik terkait masalah ini sehingga publik selalu positif thingking terhadap pemimpin kita,” pungkasnya.
Penulis : Rin