JAKARTA.JM- Pemerintah mengupayakan perlindungan bahasa daerah. Salah satu langkah yang diupayakan adalah menggalakkan program Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra (Pusbanglin) Badan Bahasa Kemendikbudristek, Imam Budi Utomo, setidaknya ada empat tantangan dalam perlindungan bahasa daerah.
“Keempat tantangan perlindungan bahasa daerah yaitu sikap bahasa penutur jati, migrasi dan mobilitas, perkawinan antaretnis, dan globalisasi,” kata Imam dalam acara Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah di Hotel Mercure Samarinda Kalimantan Timur, Kamis (30/6).
Sikap bahasa penutur jati bersinggungan dengan bagaimana para penutur bahasa asli yang menganggap apakah bahasa yang mereka gunakan tersebut masih penting atau tidak.
“Sering kali penutur asli menganggap menurunkan bahasa daerah ke generasi berikutnya kurang penting, lebih penting mendorong anak-anaknya mempelajari bahasa asing,” ujar Kepala Pusbanglin.
Migrasi dan mobilitas yang tinggi, misalnya ada perpindahan orang dari satu wilayah ke wilayah lain, dan ketika mereka sudah tidak menggunakan bahasa daerah mereka, hal itu akan membuat bahasa daerah akan mati dengan sendirinya.
Fenomena perkawinan antaretnis yang terjadi, dengan latar belakang daerah yang berbeda juga turut menjadi tantangan dalam pelindungan bahasa daerah.
“Akan menimbulkan konflik di dalam keluarga. Misalnya mereka mau membesarkan anak-anaknya dengan bahasa apa, apakah bahasa milik si ayah, si ibu, atau bahasa lain?” kata Imam menambahkan.
Oleh karena itu, Kemendikbudristek saat ini tengah gencar melakukan upaya revitalisasi bahasa daerah. Revitalisasi bahasa daerah merupakan salah satu langkah penting dalam upaya perlindungan bahasa dan sastra.
Menurut Kepala Pusbanglin, upaya perlindungan bahasa dan sastra meliputi: 1) pemetaan bahasa; 2) kajian vitalitas bahasa; 3) konservasi; 4) revitalisasi; dan 5) registrasi.
Tujuan revitalisasi bahasa daerah ini, pertama, para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang mereka sukai.
“Kedua, menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah. Ketiga, menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah untuk mempertahankan bahasanya, dan keempat, menemukan fungsi dan rumah baru dari sebuah bahasa dan sastra daerah,” ujar Imam. (rls)