BUTON, JM- Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Buton tahun anggaran 2021 akhirnya mulai dibahas oleh DPRD Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pembahasan LKPJ itu diawali dengan rapat paripurna mendengarkan pidato pengantar Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kabupaten Buton tahun anggaran 2021, di Kantor DPRD, Selasa (26/7/2022).
Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua DPRD Buton, Hariasi Salad didampingi Wakil Ketua 1, La Ode Rafiun dan dihadiri 15 anggota DPRD. Dari Eksekutif, Bupati Buton diwakili Wakil Bupati, Iis Elianti dan sejumlah Kepala OPD Lingkup Pemkab Buton. Selain itu hadir pula perwakilan Forkopimda.
Wakil Bupati Buton mengungkapkan pada pelaksanaan pembangunan atau APBD 2021, masih sangat mengandalkan kekuatan pendapatan daerah yang berasal dari dana transfer baik pusat maupun provinsi.
Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten Buton tahun anggaran 2021 sebesar 103,31% dan jumlah yang dianggarkan dalam APBD Perubahan tahun anggaran 2021 sebesar Rp 812 milyar lebih atau meningkat sebesar 5,60% dari tahun sebelumnya.
Hal ini merupakan kontribusi dari PAD yang terealisasi 126,08% dari target PAD, realisasi 102,65% dari target pendapatan dana perimbangan/transfer yang ditetapkan, dan capaian lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar 96,65% dari target yang ditetapkan.
Dan kontribusi Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Buton tahun 2021 terhadap total pendapatan daerah masih relatif kecil sebesar 4,45%, Dana Perimbangan/Transfer sebesar 92,55% dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memberikan kontribusi sebesar 2,99%.
“Kondisi tersebut terus dibenahi dengan mengaktifkan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah. Upaya optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang kita miliki, dan pemanfaatan aset, peningkatan penertiban dan perbaikan administrasi, sosialisasi peraturan merupakan langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan daerah. Peningkatan penerimaan daerah tersebut terus diupayakan dengan berbagai pendekatan guna memperkuat kemandirian anggaran dan ekonomi daerah,” pungkasnya.
Sementara itu, realisasi belanja daerah tahun anggaran 2021 pemerintah Kabupaten Buton adalah sebesar 91,52 persen dari jumlah yang dianggarkan dalam APBD perubahan tahun anggaran 2021. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi belanja Daerah tahun Anggaran 2021 mengalami peningkatan sebesar 22,77% dibandingkan dengan realisasi tahun anggaran 2020.
“Keseluruhan belanja baik Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung dimanfaatkan untuk membiayai belanja rutin dan pembangunan pada semua sektor utamanya dalam menjawab agenda prioritas pembangunan daerah pemanfaatan anggaran yang efektif dan efisien memberikan dampak makro bagi daerah,” ujarnya.
Lanjut Iis Elianti, berdasarkan indikator makro pembangunan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Buton atas dasar harga berlaku tahun 2021 mengalami fluktuasi tumbuh 2,62 poin, setelah sebelumnya mengalami kontraksi perlambatan sebesar 0,49 pada tahun 2020.
“Hal ini berarti bahwa sektor-sektor ekonomi mulai bergerak seiring semakin baiknya kondisi akibat dampak Covid 19 yang lalu,” katanya.
Pergerakan pada PDRB berpengaruh pada tingkat kemakmuran masyarakat Buton, ditinjau dari aspek penerimaan perkapita dimana berdasarkan besarnya PDRB perkapita per tahun 2020 menurun sebesar Rp. 33,26 juta rupiah sebagai dampak dari pandemi covid-19. Namun kembali meningkat pada tahun 2021 sebesar Rp 33,84 juta rupiah.
“Meningkatnya pendapatan perkapita ini mampu mendongkrak daya beli masyarakat untuk memulihkan keadaan ekonomi keluarga,” sambungnya.
Pemulihan ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia berdampak pada semakin membaliknya pembangunan pada pada bidang pengembangan sumber daya manusia. Hal ini dapat dilihat indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2021 mencapai 66,32 poin dibanding tahun 2020 mencapai 65,98 poin.
“Naiknya Indikator IPM ini merupakan akumulasi dampak dari berbagai sektor yang semakin baik, yaitu pada sektor pendidikan, sektor kesehatan dan ekonom masyarakat. Tentunya hal ini belum maksimal dan masih dapat terus ditingkatkan Dengan semakin kualitas sumber daya manusia maka dapat mendorong tingginya rendahnya angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) TPAK merupakan rasio antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja (usia produktif 15 tahun ke atas),” tuturnya.
Pada tahun 2020 sebesar 65,34 persen, namun pada tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 64,42 persen. TPAK yang fluktuatif memberikan indikasi adanya potensi ekonomi yang masih belum stabil dalam hal pasokan (supply) tenaga kerja.
Salah satu indikator perbaikan kualitas sumber daya manusia adalah penanganan stunting. Penanganan stunting yang dilakukan secara konvergensi berbagai lintas sektor, berdampak pada penurunan angka stunting. Atas kerja nyata tersebut Kabupaten Buton mendapat penghargaan dari Kementrian Dalam Negeri.
“Apa yang telah dicapai diatas tentunya juga harus diikuti oleh perbaikan pelayanan publik. Perbaikan layanan publik melalui pelaksanaan reformasi birokrasi tetap terus ditingkatkan, baik pada aspek pelayanan, peningkatan Capasity Building. Pada aspek pelayanan terus ditingkatkan, pengelolaan administrasi juga terus ditingkatkan termasuk di dalamnya adalah peningkatan Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah atau SAKIP,” katanya.
Perbaikan ini berdampak pada capaian yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, dengan memberi predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk ke-sembilan kalinya secara berturut-turut. Prestasi berturut-turut ini merupakan wujud konsistensi Pemerintah.
Disamping itu, Pemkab Buton berhasil memperoleh penghargaan Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berupa predikat “B” untuk Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah.
Selain itu, Buton juga meraih penghargaan sebagai Kabupaten Peduli HAM dari Kementerian Hukum dan HAM Selain itu penyelenggaraan dan pelestarian budaya juga mendapat apresiasi dari Kementerian Informasi dan Komunikasi, dan masih banyak penghargaan yang diterima pada tingkat provinsi maupun dari berbagai media dan lembaga lainnya.
“Tentunya atas capaian keberhasilan itu merupakan manifestasi kerja sama yang baik antar semua komponen pembangunan yang sudah terjalin selama,” ucapnya.
Kendati demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang membutuhkan pemikiran dan perhatian bersama sebagai dampak dari adanya pandemi Covid beberapa tahun terakhir ini berdampak pada aktifitas ekonomi sangat terganggu.
Diantaranya adalah masalah kemiskinan. Permasalahan kemiskinan yang mencapai 13,92 persen harus membutuhkan intervensi semua komponen pembangunan, baik pemerintah, pelaku usaha bahkan masyarakat itu sendiri karena masih dibawah target nasional dibawa 10 persen.
“Apa yang telah kita capai dan apa yang akan dilaksanakan harus tetap menjadi perhatian. Karena setiap tahunnya kompleksnya permasalahan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya kebutuhan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan keseriusan dan pengawasan yang terarah dan terukur,” tambahnya. (adm)